Argumentasi Kemutawatiran Qira’at Sab‘ah

(Perspektif Kelisanan Al-Qur’an)

  • Fuad Nawawi IAIN Syekh Nurjati
Kata Kunci: Al-Qur’an, qira’at sab‘ah, mutawatir, ahad, kelisanan

Abstrak

Sebagian ulama berpendapat bahwa qira’at sab‘ah itu bersanad ahad dengan alasan periwayatannya dari individu ke individu lain sehingga rawinya sedikit. Sebagian lain menilai qira’at sab‘ah itu bersanad mutawatir dengan alasan periwayatannya dari komunitas satu ke komunitas yang lain sehingga jumlah rawinya cukup banyak. Kedua polarisasi ini tidak didukung basis teoretik yang kuat. Dalam artikel ini, penulis menganalisis qiraat Al-Qur’an yang bermula dari tradisi lisan, dengan pendekatan teori kelisanan Walter Ong dalam bukunya Orality and Literacy. Melalui metode kualitatif, penulis mengumpulkan dan menganalisis kata-kata tertulis dalam berbagai referensi dengan cara mereduksi dan menyajikan data lalu menarik kesimpulan. Penelitian ini menyatakan bahwa qira’at sab‘ah mutawatir itu logis dan mungkin. Argumentasinya dalam tradisi lisan, sebuah kata tidaklah ada karena dibentuk dari adanya huruf atau susunan huruf. Akan tetapi, kata beserta maknanya terjadi melalui konvensi pembicara dan para pendengar, hasil negosiasi sosial budaya masyarakat tertentu. Adanya konvensi dan tradisi itu tentu mengandaikan adanya komunitas yang menghidupi pengetahuan (baca: Al-Qur’an) yang berbasis tradisi lisan tersebut.

##plugins.generic.usageStats.downloads##

##plugins.generic.usageStats.noStats##
Diterbitkan
2024-06-28
Bagian
Artikel